Ironi Industri Kelapa Sawit, Penuh Cuan Tapi Minim Jaminan bagi Buruh -->

Iklan Semua Halaman

Iklan

Ironi Industri Kelapa Sawit, Penuh Cuan Tapi Minim Jaminan bagi Buruh

Tim Redaksi
Tuesday, February 1, 2022

Ironi Industri Kelapa Sawit, Penuh Cuan Tapi Minim Jaminan bagi Buruh


Hingar bingar melesatnya harga kelapa sawit belakangan ini ternyata tidak ikut dinikmati buruh yang bekerja di perkebunan. Alih-alih menjadi kaya, mereka masih terperangkap dalam modus kerja buruh lepas yang minim jaminan keselamatan dan ketenagakerjaan.

 

SNOL, JAKARTA – Amarah Murliana meluap saat manajemen PT BMP Hartono Plantations Indonesia (HPI Agro) batal memberi pesangon sebesar Rp41,5 juta kepada dirinya.

 

Murliana sudah menempuh sembilan kali mediasi sejak dipecat dari perkebunan sawit milik Grup Djarum itu pada pertengahan tahun lalu.

 

Adapun, nilai pesangon itu hasil perhitungan Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kabupaten Landak setelah mengidentifikasi masa kerja Murliana selama lima tahun delapan bulan di perusahaan perkebunan sawit itu.

 

Kendati demikian, perusahaan sempat melaporkan masa kerja Murliana hanya dua tahun.

 

Menurut Murliana, anak usaha Grup Djarum itu enggan membayar pesangon lantaran status kerja yang dimilikinya berupa buruh harian lepas atau BHL.

 

Status kerja itu kerap dijumpai di sebagian besar sentra perkebunan sawit yang terbentang dari Sumatera hingga Kalimantan.

 

Belakangan, model kerja itu digunakan perusahaan untuk merekrut pekerja dengan ongkos dan investasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau K3 yang relatif murah. 

 

“Nominal pesangonnya sudah disanggupi, saya datang mediasi tiba-tiba ditolak mentah-mentah sama HRD-nya, sepeser pun tidak ada, saya emosi. Alasannya, karena saya buruh harian lepas,” kata Murliana selepas mediasi pekan lalu, dilansir Bisnis.com.

 

Bahkan, Murliana yang juga tergabung dalam serikat buruh Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Landak melaporkan perusahaan itu karena turut memutus kerja 100 buruh lain.

 

Alasannya karena jumlah pekerja yang sudah melebihi kapasitas produksi.  “Kita ada 100 orang lebih yang di-PHK tanpa sepotong surat, tanpa hak bahkan di situ mereka ada yang sudah bekerja dari 2009 saat perusahaan itu berdiri, alasannya karena buruh harian lepas kebanyakan tidak ada kontrak,” kata dia. (*)